Tak terasa sudah sesi ke- 6 dalam AISEI
Writing Club. Senyum ramah Bu Capri menyapa para peserta yang hadir. Setelah
melihat peserta yang bergabung dalam aplikasi zoom, makin kesini teman-teman
yang bergabung makin sedikit. Konsisten itu memang berat. Namun dengan keinginan
dan usaha untuk terus belajar membuat saya tidak pernah absen dalam sesi
pertemuan bersama AISEI Writing Club. Nara sumber Om Jay sudah siap memberikan materi, sayapun siap mendengarkan dan membuat beberapa catatan.
Karena Covid-19 guru yang terbiasa
melaksanakan pembelajaran tatap muka harus beralih menggunakan metode daring.
Guru harus bisa menciptakan suasana yang menyenangkan dan menarik dalam
pembelajaran. Pembelajaran Daring di Era New Normal mau tidak mau harus
dilakukan semua guru. Pemanfaatan media pembelajaran yang terjadi setiap guru
memberikan sebuah video tutorial atau penjelasan mengenai materi yang akan
dipelajari dilanjutkan dengan tugas yang dikumpulkan dalam bentuk data word,
foto dan video untuk dikirimkan melalui Gmail atau Whatssapp guru mapel.
Akses internet menjadi point utama dalam
pembelajaran daring. Sudah selayaknya dari pihak Pemerintah dan Sekolah bisa
memfasilitasi akses internet sehingga pembelajaran daring bisa terlaksana
secara efektif. Banyak digital tools yang bisa digunakan dalam pembelajaran
daring seperti aplikasi quizizz, Google Classroom, Youtube. Namun sangat jarang
para guru menggunakan Skype atau Zoom dikarenakan tidak semua siswa bisa
mengoperasikan aplikasi tersebut khususnya siswa baru atau keterbatasan
perangkat yang mereka punya.
Solusi lain yang ditawarkan apabila
pembelajaran online tidak bisa berjalan sempurna. Pembelajaran luring/Blended
Learning bisa digunakan sebagai alternative. Memberikan modul atau pembelajaran
tematik yang sudah disediakan Pemerintah melalui Siaran Radio dan TVRI serta
masih banyak yang lainnya.
Dalam pembelajaran daring ada beberapa kendala yang
dihadapi selama ini :
1. Tidak semua siswa
memiliki perangkat elektronik yang umpuni dan dapat mengoperasikannya dengan
baik
2. Ada saja siswa yang
tidak mengumpulkan tugas baik karena alasan nomor 1 maupun control orang tua
3. Guru monoton dalam
memberikan materi/penugasan sehingga siswa merasa jenuh dan agak terbebani.
4.
Siswa tida serius
mengerjakan tugas bahkan ada yang mengerjakannya asal ( tidak sesuai instruksi)
dan mengangggap “yang penting ngumpulin”.
5. Guru sulit
memberikan feedback kepada siswa. Setelah guru mengoreksi tugas mereka, guru
memberikan feedback melalui email dan meminta mereka untuk memperbaiki jadwal
yang masih kurang tepat, namun sedikit sekali dari mereka yang membalas email
tersebut.
Mengutip ajaran dari
Ki Hajar Dewantara, “Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya sendiri.
Pendidik hanya dapat merawat dan menuntun tumbuhnya kodrat itu”
Berlatar belakang dari Era Industri 4.0,
pertumbuhan digital media berdampak pada seluruh unsur kehidupan. Terlebih
bidang pendidikan. Tidak hanya guru TIK/Informatika yang pasif menggunakan
teknologi. Semua guru mapel mampu bersaing positif menggunakan berbagai
teknologi untuk menciptakan pembelajaran daring yang menyenangkan. Guru menjadi
peka dengan media pembelajaran baru dan akses informasi mutakhir. Dengan sistem
online memungkinkan pembelajaran mengakses data dan informasi dari lintas
sumber.
Kunci pembelajaran adalah interaktif. Ada
komunikasi yang terjadi antara guru dan siswa. Walaupun dengan virtual kegiatan itu harus tetap berlangsung. Feedback yang kita terima dari siswa bisa berupa teks, foto
atau video. Dari feedback siswa sebagai guru kita bisa lebih paham akan apa yang terjadi dalam
pembelajaran. Salah satu contoh interaksi siswa yang ditampilkan oleh Om Jay
lewat blog beliau. https://wijayalabs.com/2020/07/14/sekolah-online-dan-kelas-maya/
a. Pemerataan akses teknologi dan media pembelajaran. Tidak
hanya di kota-kota besar, namun juga dikawasan perbatasan (3T) di Indonesia
b. Pemerataan infrastruktur untuk memudahkan akses
teknologi
c. Teknologi memungkinkan skill dan pengetahuan spesifik.
Dalam hal ini siswa bisa jadi, lebih cepat mengakses informasi
d. Guru bertindak sebagai moderator, ngemong dan memberikan
cara padang bagaimana mengakses informasi dan internet sehat.
Digital literasi untuk pendidikan yang menginspiasi.
Kemampuan memahami informasi, serta memilah mengevaluasi dan menggunakan
informasi secara cepat. Analisa atas “banjir informasi” membedakan sumber yang
bisa dipercaya dengan sumber “hoax”. Membentuk perspektif, internet untuk
berkarya. Bukan sekedar bermain dan bersenang-senang, namun untuk belajar dan
memproduksi karya.
8 Komponen
Digital Literasi menjadi modal guru dalam menggunakan teknologi digital. Mari
pahami dan lakukan. Berikut ini 8 komponen dari digital literasi.
Waktu 2 jam terasa kurang. Kami peserta
diajak oleh Om Jay untuk berinteraksi dan saling berkolaborasi. Dengan
permainan kata, kata kemudian dikembangkan menjadi kalimat. Sungguh luar biasa.
Peserta semua aktif dalam kolom chat untuk menjawab intruksi Om Jay.
Pembelajaran Daring di Era New Normal harus
diciptakan dengan kreatif. Suasana yang efektif dari rumah dengan kolaborasi
siswa, guru dan orang tua menjadi peranan penting. Guru wajib belajar
menggunakan digital tools untuk membuat media pembelajaran yang menarik. Dalam
menggunakan teknologi digital guru wajib memahami literasi digital. Guru harus
inspiratif, mampu interaktif dan komunikatif bersama siswa dalam pembelajaran
online. Guru sebagai fasilitator. Peranan feedback dari siswa membuat guru
belajar dan berbenah akan proses pembelajaran yang dilakukan menuju
pembelajaran yang diminati siswa.
Komang Elik Mahayani, ST
mantul semangat menulis sis
ReplyDeletesuper sekali, mari kita sama sama sama belajar untuk menciptakan pole pembelajaran yg efektif dari rumah
ReplyDelete