Selalu berusaha untuk mendapatkan hasil yang maksimal

Mengetahui Tempat Menakjubkan Membuat Hati Bahagia

Traveling Salah Satu Cara menghilangkan Penat

Mengajar itu Pekerjaan yang Menyenangkan

Dunia Penuh Canda Tawa Peserta Didik

Saturday 30 October 2021

2.1.a.6. Refleksi Terbimbing -Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid Melalui Pembelajaran Berdiferensiasi

 2.1.a.6. Refleksi Terbimbing -Memenuhi Kebutuhan Belajar Murid Melalui Pembelajaran Berdiferensiasi


Tujuan Pembelajaran Khusus

CGP dapat melakukan refleksi dan metakognisi terhadap proses pembelajaran yang telah mereka lalui serta menggunakan pemahaman barunya untuk memperbaiki proses pembelajaran yang diampunya.

Pertanyaan pemantik untuk sesi pembelajaran ini adalah:

  1. Bagaimana saya dapat melakukan praktik pembelajaran berdiferensiasi secara lebih efektif?

Seperti yang telah kita ketahui bahwa pembelajaran berdiferensiasi adalah proses pembelajaran yang lebih mengakomodasi dan mengarahkan pengajaran pada tingkat kesiapan, minat, dan profil belajar setiap siswa dalam kelas. Tentu dalam pelaksanaanya di kelas seorang guru akan dihadapkan dengan keberanekaragaman akan kesiapan, minat dan profil belajar siswa.  Untuk dapat bisa melalukan praktik pembelajaran berdiferensiasi yang efektif maka langkan awal yang harus dilakukan seorang guru adalah dengan melakukan pemetaan akan tingkat kesiapan, minat, dan profil belajar salah satunya dengan memberikan asesmen diagnostik diawal pembelajaran. Selanjutnya akan diikuti dengan rencana dan proses pembelajaran berdiferensiasi, hasil output maupun produk dari pembelajaran berdiferensiasi serta tak lupa adanya evaluasi yang berkesinambungan. 

  1. Pendekatan manakah yang seharusnya saya ubahsuaikan?

Tidak bisa dipungkiri dalam proses pembelajaran terkadang guru menjadi pusat pembelajaran, namun dalam proses pembelajaran berdiferensiasi seyogyanya Siswa menjadi penjelajah aktif (active explorer). Tugas guru adalah membimbing eksplorasi tersebut. Karena beragam kegiatan dapat terjadi secara simultan di dalam kelas, guru akan berperan sebagai pembimbing dan fasilitator, dan bukannya sebagai dispenser informasi.

Walaupun terkesan susah disinilah diharapkan guru memiliki berbagai macam strategi dan pendekatan yang akan dilakukan didalam kelas untuk mengubah kebiasaan dari teacher center menjadi student center.

  1. Bagaimana saya tetap dapat bersikap positif walaupun banyak tantangan dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi ini?

Penerapan pembelajaran berdiferensiasi tentu memerlukan input fakta yang jelas dari siswa,perencanaan, pelaksanaan dan juga evaluasi yang jelas, terarah dan terukur. Proses ini tentu akan membuat guru mendapatkan banyak tantangan oleh karena itu diperlukan semangat dan jiwa inovatif guru yang tinggi sesuai dengan peran dan fungsi, visi guru penggerak. Diperlukan kolaborasi serta referensi untuk memudahkan dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi di kelas.

Berikut ini adalah pertanyaan Reflektif yang harus Anda jawab:

  1. Dari apa yang sudah Anda pelajari, materi apa yang menurut Anda dapat menjadi solusi bagi permasalahan yang terkait dengan pembelajaran di kelas Anda?

Sebagaimana kita ketahui dikelas tingkat intelektual, bakat, minat, gaya belajar antara satu siswa dengan yang lain tidak semua sama. Namun secara umum yang terjadi dalam proses pembelajaran guru akan memberikan model dan strategi dalam mengajar yang sama dalam satu kelas sehingga menimbulkan masalah bagi siswa apabila minat siswa tidak sesuai dengan strategi ataupun media pembelajaran yang digunakan oleh guru maka siswa tidak akan memberikan respon yang baik dalam pembelajaran. Belum lagi dalam hal kesiapan dan profil siswa  dalam belajar hal itu juga akan berdampak besar pada capaian pembelajaran saat itu.

Untuk mengatasi itu semua maka diperlukan sebuah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap murid yakni dengan pembelajaran berdiferensiasi. Kebutuhan belajar murid yang harus diakomodir oleh guru yakni kesiapan belajar, minat, dan profil belajar yang berbeda-beda pada siswa di dalam kelas.

  1. Apa yang menurut Anda sulit untuk diterapkan? Mengapa menurut Anda hal tersebut sulit diterapkan?

Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek.  Ketiga aspek tersebut adalah Kesiapan belajar (readiness) murid, Minat murid dan Profil belajar murid.

Menurut saya inilah yang sangat sulit untuk diterapkan dalam proses pembelajaran berdiferensiasi karena kebutuhan belajar murid merupakan akar permasalahannya. Dengan jumlah siswa yang banyak dalam satu kelas dalam proses memetakan juga memerlukan waktu dan pengerjaan yang lama untuk mendapatkan keakurasian data dari masing-masing siswa. Perlunya asasmen diagnostik yang mampu memberikan data dari potret masing-masing siswa.

  1. Jika Anda harus menerapkan hal yang sulit tersebut, dukungan Apa yang Anda perlukan? Kemana atau bagaimana Anda akan dapat mengakses dukungan tersebut.

Dalam mendapatkan data akan kebutuhan belajar murid yang akurat guru tidak akan bisa berjalan sendiri dan perlu mendapatkan dukungan dari aset kekuatan yang dimiliki di lingkungan sekolah. Salah satunya di sekolah pasti memiliki data pribadi siswa yang secara berkala Guru BK akan melakukan sebuah asesmen pada siswa. Tidak hanya peran guru BK peran orang tua juga tidak kalah penting sebagai pendidik dilingkungan keluarga yang akan memberikan beberapa informasi terkait kebutuhan belajar anaknya dan tak kalah penting adalah kejujuran dan keterbukaan siswa dalam memberikan informasi akan dirinya untuk mendukung keberhasilan pembelajaran berdiferensiasi.

Wednesday 27 October 2021

Aksi Nyata Modul 1.2.a.10 Nilai dan Peran Guru Penggerak

 1.2.a.10 Aksi Nyata Nilai dan Peran Guru Penggerak

Flipped Classroom Inovasi Memimpin Pembelajaran Dalam PTM

A.   Latar Belakang

Sesuai kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mulai tahun ajaran baru Juli 2021 direncanakan seluruh sekolah kembali melaksanakan pembelajaran tatap muka. Sementara itu, data perkembangan pandemi covid-19 belum menunjukkan penurunan yang signifikan.

Dalam PTM (Pembelajaran Tatap Muka) yang sudah SMP Negeri 1 Negara lakukan sejak bulan September 2021 pasti akan membuat perubahan metode maupun model dalam proses mengajar. Waktu yang singkat dalam pembelajaran di kelas akan membuat keterbatasan guru dalam memaparkan sebuah materi. Untuk mengatasi hal tersebut dalam aksi nyata ini penulis berupaya untuk melakukan pengembangan pada diri dan guru dalam pembelajaran melalui Flipped Classroom dalam PTM.

B.   Tujuan

1.    Menyiapkan siswa secara mandiri untuk belajar

2.    Memberikan ruang kolaborasi antara siswa dan guru untuk berdiskusi terkait topik yang diajarkan

3.    Memberikan Kesiapan yang lebih pada Siswa Ketika Masuk Kelas

C.   Tolok Ukur

1.    Siswa secara mandiri untuk belajar

2.    Adanya ruang kolaborasi antara siswa dan guru untuk berdiskusi terkait topik yang diajarkan

3.    Kesiapan yang lebih pada Siswa Ketika Masuk Kelas

D.   Diskripsi Aksi Nyata Dan Alasan Mengapa Aksi Nyata Di Lakukan

Aksi nyata ini akan dilakukan selama 4 minggu di kelas IX SMP Negeri 1 Negara. Tahap Persiapan ini dilakukan mempersiapkan perencanaan pembelajaran yang berpusat pada siswa sehingga pembelajarannya menyenangkan dengan tetap menggunakan teknologi sebagai sarana pendukungnya, mengumpulkan media pembelajaran untuk menunjang pembelajaran dengan Flipped Classroom.

Tahap Pelaksanaan, pembelajaran secara Flipped Classroom diberikan satu hari menjelang pembelajaran secara tatap muka terbatas. Siswa akan diberikan bahan ajar baik berupa media pembelajaran ataupun ringkasan materi. Materi tersebut dikirimkan guru melalui WA Grop dan siswa diharapkan belajar mandiri di rumah masing-masing. Pada saat PTM berlangsung guru akan meminta siswa untuk mengerjakan/ mendemonstrasikan sebuah kasus dengan model yang sama dengan video pembelajaran yang diberikan. Dalam PTM ini guru akan memberikan bimbingan secara individu kepada siswa-siswa yang lebih banyak mengalami kendala dan juga ada beberapa diskusi yang bisa dilakukan di dalam kelas.

E.    Deskripsi Hasil Aksi Nyata

Dengan menggunakan Flipped Classroom dalam memimpin pembelajaran di masa PTM akan memberikan kesiapan awal bagi siswa untuk belajar di kelas di hari berikutnya. Video pembelajaran yang dikirimkan oleh guru akan sangat membantu siswa dalam memberikan pengalaman yang tak terduga kepada siswa, memberikan pengalaman kepada peserta didik untuk merasakan suatu keadaan tertentu dan menampilkan presentasi studi kasus tentang kehidupan sebenarnya yang dapat memicu diskusi siswa.

F.    Keberhasilan Dan Kegagalan

Keberhasilan :

Dengan menggunakan Flipped Classroom siswa yang kreatif dan mandiri akan lebih awal memahami materi yang guru berikan dan semangat untuk mencoba mengerjakan sebuah kasus yang diilustrasikan pada video pembelajaran tersebut.

Kegagalan :

Karena pemberian media pembelajaran dilakukan secara daring, murid sangat mungkin untuk terhambat oleh kendala teknis seperti sinyal internet yang buruk, hingga kesulitan atau tidak terbiasa belajar secara mandiri. Rendahnya tanggung jawab murid untuk menyelesaikan video pembelajaran. Akibatnya pertemuan tatap muka menjadi tidak efektif karena guru harus menerangkan materi dari awal.

G.   Rancangan perbaikan pada masa yang akan datang

Sebelum melakukan pembelajaran menggunakan Flipped Classroom guru lebih awal melakukan Asesmen diagnosis non kognitif di awal pembelajaran diberikan pada siswa untuk mengetahui Kondisi keluarga siswa yang meliputi tempat tinggal, tingkat emosi siswa agar nantinya pelaksanaan pembelajaran menggunakan Flipped Classroom lebih maksimal

H.   Dokumentasi Pelaksanaan Aksi Nyata

 


Dokumen bahan pembelajaran yang dikirimkan sehari sebelum PTM

 

Pelaksanaan PTM

 

 

 

 

 

Tuesday 26 October 2021

Aksi Nyata Modul 1.1.a.10 Penerapan Pemikiran Ki Hajar Dewantara di kelas

 

Tugas Modul 1.1.a.10

Aksi Nyata Penerapan Pemikiran Ki Hajar Dewantara di kelas

 

JARING MAMAFIKA

A.   Latar Belakang

Pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD) mengenai pendidikan dan pengajaran menurut saya sungguh sangatlah komplite. 3 hal esensial yang harus dimiliki oleh pendidik sesuai dengan Semboyan Pendidikan Ki Hajar Dewantara adalah "Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani". Trilogi inilah yang seharusnya digunakan sebagai landasan dalam pelaksanaan Pendidikan dan dalam hal memberikan pengajaran kepada Peserta Didik.

Relevansi pemikiran KHD dengan konteks pendidikan Indonesia saat ini yaitu dengan perkembangan Pendidikan di Abad 21 ini dengan fokus peserta didik dalam pembelajaran (Student Centered Learning) yang akan memberikan kebebasan secara maksimal bagi peserta didik untuk mengekspolari diri, menggali kemampuan serta mengembangkan bakat dan minta yang dimilikinya. Pendidik dengan berbekal berbagai macam metode serta perkembangan teknologi akan mampu merealisasikan tujuan Pendidikan secara umum yakni Merdeka Belajar. Peran guru yang tidak hanya mengajar namun mampu sebagai pembimbing, pendamping, mentor, fasilitator, kolaborator sumber daya dan mitra belajar untuk peserta didik.

Dalam masa penyebaran Covid-19, pelaksanakan pembelajaran daring adalah salah satu model pembelajaran yang terbaik. Hal itu dikarenakan dalam prinsip kebijakan pendidikan di masa pandemi Covid-19 adalah mengutamakan kesehatan dan keselamatan para peserta didik, para pendidik, tenaga kependidikan, keluarga, dan masyarakat pada umumnya, dalam rangka pemenuhan layanan pendidikan selama masa pandemi.

Pelaksanaan Pembelajaran secara Daring tentu banyak memberikan dampak baik dari sisi guru, siswa serta orang tua. Semakin lama pembelajaran secara jarak jauh pasti akan menimbulkan rasa kebosanan pada siswa. Untuk itu dalam aksi nyata di modul 1 penulis mencoba untuk melakukan pembelajaran yang berpihak pada anak sesuai dengan filisofi pendidikan dengan suasana menyenangkan. Aksi Nyata yang akan dianggat dalam pengamalan filosofi KHD yakni JARING MAMAFIKA (Pembelajaran Daring Menyenangkan Melalui Gamifikasi).

 

B.   Tujuan

Adapun tujuan dari rancangan aksi nyata ini yaitu sebagai berikut :

  • 1.    Mengurangi kebosanan siswa dalam pembelajaran daring
  • 2.    Meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran daring
  • 3.    Menciptakan suasana menyenangkan dalam pembelajaran daring

 

C.   Tolok Ukur

Adapun tolok ukur keberhasilan dari aksi nyata yang dilaksanakan ini sebagai berikut :

  • 1.    Mengurangi kebosanan siswa dalam pembelajaran daring
  • 2.    Meningkatkan partisipasi siswa dalam pembelajaran daring
  • 3.    Menciptakan suasana menyenangkan dalam pembelajaran daring

 D.   Diskripsi Aksi Nyata Dan Alasan Mengapa Aksi Nyata Di Lakukan

Aksi nyata ini akan dilakukan selama 4 minggu di kelas VII dan  IX SMP Negeri 1 Negara. Tahap Persiapan ini dilakukan dengan mencari literasi tentang filosofi Pendidikan Ki Hajar Dewantara, maupun mempersiapkan perencanaan pembelajaran yang berpusat pada siswa sehingga pembelajarannya menyenangkan dengan tetap menggunakan teknologi sebagai sarana pendukungnya.

Tahap Pelaksanaan, pengumpulan data dan informasi. Pada tahap ini Kegiatan pembelajaran pada masa Pandemi Covid-19 saya laksanakan dengan menggunakan kombinasi WA Grop, Google meet dan beberapa aplikasi untuk gamifikasi. Diawal pembelajaran Guru akan menyapa dan murid akan memberi salam melalui WA Grop kemudian guru akan memberikan topik pembelajaran yang akan dibahas pada pertemuan ini. Guru bisa memberikan pemaparan materi baik dalam handout, video pembelajaran ataupun dalam bentuk ringkasan materi di blog. Untuk mengetahui tingkat pemahaman siswa guru akan mengajak siswa untuk melakukan pembelajaran secara sinkronus melalui google meet dan akan memberikan model evaluasi pembelajaran melalui aplikasi-aplikasi gamifikasi. Mendengar kata game/permainan tentu akan membuat siswa merasa lebih senang dalam pembelajaran, apalagi jika siswa tersebut mencobanya. Artinya pembelajaran daring yang sudah berlangsung lama akan mulai terkurangi dan rasa bosan pada siswa akan mulai bisa diminimalisasi.

E.    Deskripsi Hasil Aksi Nyata

          Pembelajaran dengan menggunakan bantuan Gamifikasi ternyata dinanti oleh siswa di beberapa kelas. Para siswa berpendapat merasa senang dengan adanya permainan atau game, pembelajaran tidak monoton seperti yang selama ini dirasakan sewaktu PJJ, keinginan siswa untuk menjadi pemenang dalam gamifikasi juga sangat tinggi dan partisipasi siswa yang semangat belajar semakin besar.

F.    Keberhasilan Dan Kegagalan

Keberhasilan

Tampak dalam satu kelas, 75% siswa merasa senang dengan menggunakan gamifikasi dalam pembelajaran dan biasanya selalu ingin disetiap pembelajaran pada evaluasi akhir menggunakan model game/permainan.

Kegagalan

Beberapa siswa yang terkendala sinyal ataupun paket data serta perangkat akan lebih susah dalam proses pembelajaran ini sehingga harus disiasati dengan cara datang ke sekolah untuk mencari akses internet.

 

G.   Rancangan perbaikan pada masa yang akan datang

Untuk masa mendatang perlu dilakukan proses perbaikan dalam metode ini dengan membuat sebuah aplikasi yang bisa diinstall pada perangkat siswa itu sendiri sehingga tidak akan memerlukan jaringan internet dalam mengaksesnya.

Dokumentasi Pelaksanaan Aksi Nyata

  
Pembelajaran dengan menggunakan WA Grop

Pemberian Quiziiz kepada siswa di akhir pembelajaran

Game Hangman untuk meningkatkan Partisipasi siswa dalam pembelajaran





Friday 15 October 2021

1.4.a.9. Koneksi Antar Materi - Budaya Positif

 


    Dalam dunia pendidikan, seorang pendidik merupakan pemberi layanan pendidikan kepada peserta didik. Jika diibaratkan sebagai seorang petani yang memiliki peranan penting untuk menjadikan tanamannya tumbuh subur.  Pendidik harus memastikan bahwa tanah tempat tumbuhnya tanaman adalah tanah yang cocok untuk ditanami. Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa,

“…kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan seorang petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya.” (Lampiran 1. Dasar-Dasar Pendidikan. Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937)

Dari ilustrasi diatas kita bisa maknai bahwa sekolah diibaratkan sebagai tanah tempat bercocok tanam sehingga pendidik harus mengusahakan sekolah menjadi lingkungan yang menyenangkan, menjaga, dan melindungi murid dari hal-hal yang tidak baik. Dengan demikian,  karakter murid tumbuh dengan baik. Sebagai contoh, murid yang tadinya malas menjadi semangat, bukan kebalikannya. Murid akan mampu menerima dan menyerap suatu pembelajaran bila lingkungan di sekelilingnya terasa aman dan nyaman. Selama seseorang merasakan tekanan-tekanan dari lingkungannya, maka proses pembelajaran akan sulit terjadi.

Di sekolah terdapat nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan yang dibangun dalam jangka waktu lama yang tercermin pada sikap keseharian seluruh komponen sekolah. Nilai-nilai dan keyakinan tersebut kita kenal dengan istilah Budaya sekolah. Sekolah memiliki peran penting dalam membimbing, memperbaiki, dan mensosialisasikan kepada murid mengenai perilaku yang sesuai. Agar perubahan berhasil, diperlukan pendekatan terkoordinasi yang melibatkan semua peran di komunitas sekolah.

Dalam membangun budaya positif tersebut, kita akan meninjau lebih dalam tentang strategi menumbuhkan lingkungan yang positif. kita akan diajak melakukan refleksi atas penerapan disiplin yang dilakukan selama ini. Bagaimanakah strategi yang dilakukan dalam praktik disiplin tersebut? Apakah kita sudah sungguh-sungguh mampu mengontrol murid-murid atau itu hanya sebuah ilusi? Apakah selama ini kita sebagai pendidik sungguh-sungguh menjalankan disiplin, atau kita hanya melakukan sebuah hukuman? Di mana kita menarik garis pembatas?

Konsep-konsep inti yang harus dipahami oleh para pendidik dalam menciptakan budaya sekolah adalah sebagai berikut posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. konsep-konsep inti tersebut sangat berkaitan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa untuk menciptakan sebuah budaya positif terlebih dahulu diciptakan dan disepakati keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar bersama di antara para warga kelas.  Murid-murid perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu keyakinan, daripada hanya mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus berlaku begini atau begitu. Dalam keyakinan kelas terkandung nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama secara universal, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama.

Pentingnya keyakinan kelas merupakan salah satu cara untuk terwujudnya budaya positif dengan didukung sikap disiplin positif. Makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan. Disiplin positif bertujuan untuk bekerja sama dengan siswa dan tidak menentang mereka. Penekanannya adalah membangun kekuatan peserta didik daripada mengkritik kelemahan mereka dan menggunakan penguatan positif (positive reinforcement) untuk mempromosikan perilaku yang baik.

Hal ini melibatkan memberikan siswa-siswi pedoman yang jelas untuk perilaku apa yang dapat diterima dan kemudian mendukung mereka ketika mereka belajar untuk mematuhi pedoman ini. Pendekatan ini secara aktif mempromosikan partisipasi anak dan penyelesaian masalah dan di saat yang bersamaan juga mendorong orang dewasa, dalam hal ini yaitu pendidik, untuk menjadi panutan positif bagi anak-anak muda dalam perjalanan tumbuh kembang mereka.

Terkadang dalam menerapkan sebuah disiplin positif, guru akan mengambil beberapa peran yang bertujuan untuk mengubah perilaku dari murid-murid. Untuk itu diperlukan sebuah posisi kontrol seorang guru. Guru harus bisa memosisikan dirinya sesuai dengan perilaku yang dilakukan oleh murid dengan tetap bertujuan untuk menerapkan disiplin positif. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau) dan Manajer

Dalam aktivitas siswa terkadang Tindakan yang diluar keyakinan kelas yang telah ditetapkan sengaja dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Kebutuhan dasar setiap murid akan berbeda-beda dan agar menjadi individu yang selamat dan bahagia, kebutuhan dasar harus terpenuhi secara positif. Berikut ini kebutuhan dasar pada manusia kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), cinta dan kasih sayang (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan (power).

Selain cara diatas salah satu satu cara menanamkan disiplin positif pada murid sebagai bagian dari budaya positif di sekolah adalh dengan melakukan segitiga restetusi. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004)

Sebagai guru penggerak yang memiliki peran berkolaborasi dengan orangtua dan komunitas untuk mengembangkan sekolah dan kepemimpinan murid; Menjadi pemimpin pembelajaran yang mendorong well-being ekosistem pendidikan di sekolah; Mengembangkan diri dan guru lain dengan refleksi dan berkolaborasi; Memiliki kematangan moral, emosional, dan spiritual;Merencanakan, melaksanakan, merefleksikan, mengevaluasi pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan melibatkan orangtua; Mewujudkan profil pelajar Pancasila yang terdiri atas beriman, bertakwa kepada tuhan YME, dan berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kreatif, gotong royong, dan kebhinekaan global. Yang mana jika dilihat semua itu merupakan sebuah Tindakan positif yang jika dilakukan dengan penuh komitmen akan menumbuhkan sebuah kebiasaan yang dapat ditularkan kepada rekan guru yang lain.

Dengan menerapkan Inquiri Apresiatif,  sebuah manajemen perubahan berbasis kekuatan melalui tahapan Bagja (buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, jabarkan rencana, atur eksekusi), selanjutnya bekolaborasi dengan kepala sekolah, rekan-rekan guru dan tenaga kependidikan membuat pemetataan kekuatan, menganalisis  potensi  dan daya dukung adalah strategi yang dapat digunakan seorang Guru Penggerak dalam merumuskan visi sekolah untuk membangun Budaya Positif.



Rancangan Tindakan Untuk Aksi Nyata

 

Judul Modul        :  Menanamkan Budaya Positif Pada Siswa Dengan dengan Model 4P (Panutan,  Pembiasaan,  Penyadaran, Pengawasan)

Nama Peserta     : Komang Elik Mahayani

 

Latar Belakang

         Budaya positif merupakan salah satu perwujudan dari filosofi KHD tentang terciptanya sebuah sekolah sebagai sebuah taman belajar yang menyenangkan bagi siswa. pelaksanaan budaya positif disekolah akan dapat menciptakan siswa yang merdeka belajar dan berbudi pekerti. Budaya positif yang diterapkan di sekolah salah satunya adalah Menanamkan disiplin positif.

        Ketika mendengar kata “disiplin, kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan. Kata “disiplin” juga sering dihubungkan dengan hukuman, padahal itu sungguh berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman. Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.

        Seharusnya sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.

      Dengan situasi siswa diawal PTM, Pemenuhan kebutuhan dasar pada diri siswa cenderung melampaui batas yang tentu akan berefek pada tingkat disiplin diri. Untuk itu sebagai pendidik memerlukan sebuah metode untuk menanamkan disiplin positif pada diri siswa.

 

Tujuan

Adapun tujuan dari rancangan aksi nyata ini yaitu sebagai berikut :

  • 1.     Untuk menanamkan dan menumbuhkan disiplin positif pada diri siswa disaat PTM
  • 2.     Mewujudkan budaya positif pada sekolah
  • 3.   Berbagi pemahaman dan hasil implementasi Budaya Positif kepada sejawat guru


Tolok Ukur

Adapun tolok ukur keberhasilan dari aksi nyata yang dilaksanakan ini sebagai berikut :

  • 1.     Terwujudnya disiplin positif pada diri siswa disaat PTM
  • 2.     Terwujudnya budaya positif pada sekolah
  • 3.   Tumbuhnya pemahaman Budaya  Positif pada rekan sejawat


 Linimasa Tindakan yang akan Dilakukan

Adapun linimasa tindakan yang akan saya lakukan untuk mewujudkan aksi nyata ini adalah dengan menggunakan metode 4 P (Panutan, Pembiasaan, Penyadaran, Pengawasan) yang dijabarkan sebagai berikut :

1.     Panutan

Pemberian Panutan jika kita korelasikan dengan filosofi Pendidikan menurut KHD yakni Ing Ngarso Sung Tuladha memiliki makna Di Depan menjadi Contoh atau Panutan. Dengan contoh baik yang diberikan oleh guru terkait disiplin yang dilakukan akan memberikan dampak positif bagi siswa. Siswa akan mengikuti apa yang mereka lihat pada guru.

2.     Pembiasaan

Pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan setiap hari dengan tidak terbebani yang bertujuan untuk menanamkan perilaku yang baik seperti  berpakaian rapi, keluar masuk kelas harus hormat guru, harus memberi salam dan lain sebagainya.

3.     Penyadaran

Kewajiban bagi para guru untuk memberikan penjelasan-penjelasan, alasan-alasan yang masuk akal atau dapat diterima oleh siswa. Sehingga dengan demikian timbul kesadaran siswa tentang adanya perintah-perintah yang harus dikerjakan dan larangan-larangan yang harus ditinggalkan serta mencari cara untuk memperbaiki diri siswa.

4.     Pengawasan

Kepatuhan siswa akan keyakinan kelas atau sekolah mengenal juga naik turun,hal tersebut disebabkan oleh kebutuhan dasar dari dalam diri siswa tersebut maka diperlukan sebuah pengawasan dari guru untuk tetap menjalankan disiplin positif.



Dukungan yang Dibutuhkan

Untuk melancarkan pelaksanaan rancangan tindakan untuk aksi nyata yang telah dibuat tentunya memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Adapun dukungan yang diperlukan yaitu; dukungan dan izin kepala sekolah, keterlibatan siswa, dan juga dukungan dari orang tua siswa.


Tuesday 12 October 2021

1.4.a.6.1. Refleksi Terbimbing - Budaya Positif

 


Setelah sebelumnya Calon Guru Penggerak telah mempelajari tentang filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara, nilai-nilai peran guru penggerak dan visi guru penggerak. Untuk modul kali ini kita akan memahami membangun budaya positif di sekolah sesuai dengan filosofi pendidikan Ki Hadjar Dewantara yaitu pendidikan yang berpihak pada murid.

Dalam modul kali ini kita akan merasa sangat terbantu untuk mencapai visi guru penggerak dengan belajar bagaimana peran guru dalam membangun budaya positif yang berpihak pada murid, dan bagaimana membangun keyakinan atau visi sekolah yang menumbuhkan dan mengembangkan budaya positif. 

Dalam membangun budaya positif tersebut, kita akan meninjau lebih dalam tentang strategi menumbuhkan lingkungan yang positif. kita akan diajak melakukan refleksi atas penerapan disiplin yang dilakukan selama ini. Bagaimanakah strategi yang dilakukan  dalam praktik disiplin tersebut? Apakah kita sudah sungguh-sungguh mampu mengontrol murid-murid atau itu hanya sebuah ilusi? Apakah selama ini kita sebagai pendidik sungguh-sungguh menjalankan disiplin, atau kita hanya melakukan sebuah hukuman? Di mana kita menarik garis pembatas? 

Setelah kita mempelajari modul 1.4 tentang Budaya Positif, mari kita lakukan sebuah Refleksi Terbimbing, untuk merefleksikan diri sejauh mana pemahaman atas budaya positif yang terlah dipaparkan pada modul tersebut.

Menurut Ki Hadjar, Pendidikan adalah pembudayaan buah budi manusia yang beradab dan buah perjuangan manusia terhadap dua kekuatan yang selalu mengelilingi hidup manusia yaitu kodrat alam dan zaman atau masyarakat. Dengan demikian, pendidikan itu sifatnya hakiki bagi manusia sepanjang peradabannya seiring perubahan jaman dan berkaitan dengan usaha manusia untuk memerdekakan batin dan lahir sehingga manusia tidak tergantung kepada orang lain akan tetapi bersandar atas kekuatan sendiri. Oleh karena itu, kemerdekaan menjadi isu kritis dalam Pendidikan karena menyangkut usaha untuk memerdekakan hidup lahir dan hidup batin manusia agar manusia lebih menyadari kewajiban dan haknya sebagai bagian dari masyarakat sehingga tidak tergantung kepada orang lain dan bisa bersandar atas kekuatan sendiri. Sebagai Guru kita harus mengetahui posisi kontrol guru yaitu, mandiri, reflektif, kolaboratif, inovativ , dan berpihak kepada murid. Itu semua harus kita pelajari dan praktekan agar kedepannya kualitas pendidikan kita maju.

pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?

Pemahaman saya akan konsep-konsep inti tersebut sangat berkaitan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa untuk menciptakan sebuah budaya positif terlebih dahulu diciptakan dan disepakati keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar bersama di antara para warga kelas.  Murid-murid perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu keyakinan, daripada hanya mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus berlaku begini atau begitu. Dalam keyakinan kelas terkandung nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama secara universal, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama.

          Pentingnya keyakinan kelas merupakan salah satu cara untuk terwujudnya budaya positif dengan didukung sikap disiplin positif. Makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan. Disiplin positif bertujuan untuk bekerja sama dengan siswa dan tidak menentang mereka. Penekanannya adalah membangun kekuatan peserta didik daripada mengkritik kelemahan mereka dan menggunakan penguatan positif (positive reinforcement) untuk mempromosikan perilaku yang baik.

Hal ini melibatkan memberikan siswa-siswi pedoman yang jelas untuk perilaku apa yang dapat diterima dan kemudian mendukung mereka ketika mereka belajar untuk mematuhi pedoman ini. Pendekatan ini secara aktif mempromosikan partisipasi anak dan penyelesaian masalah dan di saat yang bersamaan juga mendorong orang dewasa, dalam hal ini yaitu pendidik, untuk menjadi panutan positif bagi anak-anak muda dalam perjalanan tumbuh kembang mereka.

Terkadang dalam menerapkan sebuah disiplin positif, guru akan mengambil beberapa peran yang bertujuan untuk mengubah perilaku dari murid-murid. Untuk itu diperlukan sebuah posisi kontrol seorang guru. Guru harus bisa memosisikan dirinya sesuai dengan perilaku yang dilakukan oleh murid dengan tetap bertujuan untuk menerapkan disiplin positif. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau) dan Manajer

Dalam aktivitas siswa terkadang Tindakan yang diluar keyakinan kelas yang telah ditetapkan sengaja dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Kebutuhan dasar setiap murid akan berbeda-beda dan agar menjadi individu yang selamat dan bahagia, kebutuhan dasar harus terpenuhi secara positif. Berikut ini kebutuhan dasar pada manusia kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), cinta dan kasih sayang (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan (power).

Selain cara diatas salah satu satu cara menanamkan disiplin positif pada murid sebagai bagian dari budaya positif di sekolah adalh dengan melakukan segitiga restetusi. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004)

 Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan? Yakni Segitiga Restitusi


Tuliskan pengalaman Anda dalam menggunakan konsep-konsep inti  tersebut dalam menciptakan budaya positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda.

Disekolah kami memiliki sebuah keyakinan kelas ataupun sekolah dengan tujuan menerapkan disiplin positif dalam berpenampilan utamanya siswa laki-laki yang mengharuskan untuk bercukur rambut yang rapi. Selama PJJ yang sistem pembelajarannya secara daring pastinya tidak akan terlalu memperhatikan aturan terkait rambut pada siswa. Hal itu diakibatkan karena siswa tidak datang ke sekolah. Tiba waktunya Pembelajaran Tatap Muka Terbatas diberlakukan. Kami sebagai pendidik sadar bahwa ada kebutuhan dasar siswa akan Kebebasan yang terdahulu didapan yang diabaikan sewaktu PTM.

Maka langkah yang saya lakukan adalah dengan bertindak kontrol sebagai manager, mengingat siswa-siswa yang berambut lebih gondrong yang saya temui sudah menginjak kelas IX. Mempersilakan murid mempertanggungjawabkan perilakunya, mendukung murid agar dapat menemukan solusi atas permasalahannya sendiri. Dan diakhir ada perilaku perbaikan yang dilakukannya.

 

  
  Dokumentasi siswa yang tidak melakukan disiplin positif kemudian melakukan perubahan perilaku

Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, ada di posisi manakah Anda? Anda boleh menceritakan situasinya dan posisi Anda saat itu.

Pernah yakni melakukan Restitusi memperbaiki hubungan. Hal itu terjadi disaat siswa dibully oleh temannya. Efek pembullyan yang pasti akan mengganggu perasaan teman dan bisa berefek semangat siswa untuk datang ke sekolah. Untuk itu posisi guru adalah dengan menciptakan kondisi yang aman bagi murid untuk menjadi jujur pada diri mereka sendiri dan mengevaluasi dampak dari tindakan mereka pada orang lain. Sehingga siswa yang membully pun harus menebus kesalahan dengan memperlakukan korban/teman yang dibully dengan sangat baik tanpa menyentuh perasaan dan mentalnya.

Perubahan  apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?

Selama ini hukuman merupakan bentuk pembelajaran disiplin bagi murid bagi seorang guru, padahal hukuman menmpunyai arti berbeda. Hukuman adalah sebuah cara untuk mengarahkan sebuah tingkah laku agar sesuai dengan tingkah laku yang berlaku Secara umum hukuman dalam hukum adalah sanksi fisik maupun psikis untuk kesalahan atau pelanggaran yang dilakukan yang berpengaruh untuk karakter peserta didik dan tidak bagus untuk psikologis anak.

Untuk menghindari itu semua, kita sebagai pengajar bisa menciptakan budaya positif di kelas maupun di sekolah dengan tetap berkomitmen pada keyakinan sekolah dan memegang teguh Disiplin Positif.

Namun seiring perjalanan ada saja tingkah murid yang akan menghambat budaya positif  yakni dengan perilaku-perilaku menyimpang yang diperlihatkan siswa sebagai bentuk kebutuhan dasar yang harus mereka penuhi. Disini diperlukan peran kontrol guru untuk tetap menjaga budaya positif itu.

Upaya untuk membangun budaya positif disekolah guru harus bekerja sama dengan kepala sekolah serta orang tua yaitu dengan sebagai guru harus memiliki peran kunci dalam pengembangan disiplin positif dengan menciptakan ruang kelas yang berpusat pada peserta didik, Melibatkan dan bekerjasama dengan orangtua dalam penerapan disiplin positif serta diperlukan Restitusi sebagai proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat.

Pemahaman akan konsep budaya positif akan mulai saya gunakan untuk merefleksikan diri atas segala kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan dispilin positif bagi siswa dan sekaligus akan melakukan perbaikan pada ssitem terdahulu serta menciptakan budaya positif yang ideal.

Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin pembelajaran?

Mempelajari modul ini sangat penting bagi saya selaku pengajar baik dalam memimpin pembelajaran. Hal itu disebabkan karena dalam menjadikan dunia pendidikan yang berkualitas, Penerapan Budaya positif menjadi salah satu faktor pendukungnya. Faktor hubungan antara guru dengan murid menjadi faktor yang sangat penting dalam penerapan budaya positif di sekolah karena setiap hari guru adalah orang yang paling sering berinteraksi dengan murid.

Apabila dalam pembelajaran tidak dilandaskan akan keyakinan kelas kemudian menerapkan displin positif maka sudah pasti budaya postif dalam pembelajaran tidak akan tercipta. Terlebih lagi kebutuhan dasar setiap murid yang berbeda-beda yang akan menyebabkan munculnya prilaku yang mempengaruhi siklus budaya positif. Untuk itu peran kontrol guru dan memberikan restisusi sangat diperlukan. Sehingga tujuan utama membentuk karakter peserta didik yang berlandaskan profil Pancasila bisa terwujud.

Apa yang Anda bisa lakukan untuk membuat dampak/perbedaan di lingkungan Anda setelah Anda mempelajari modul ini?

Menumbuhkan komitmen bersama untuk menerapkan budaya positif dengan tetap melakukan kegiatan pembiasaan pada sekolah untuk terus berperilaku sesuai denga keyakinan kelas yang telah disepakati. Bertindak bijaksana sebagai guru untuk menjalankan posisi kontrol.

Selain konsep-konsep tersebut, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?

Sebagai seorang pendidik metode among sangat penting diterapkan dalam menciptakan budaya positif serta memegang teguh Trilogi pendidikan yakni Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani sehingga sedikit demi sediki komitmen dan pembiasaan akan segera terwujud di sisi siswa.

Langkah-langkah awal apa yang akan Anda lakukan jika kembali ke sekolah/kelas Anda setelah mengikuti sesi ini?

Upaya untuk membangun budaya positif disekolah guru harus bekerja sama dan berkolaborasi dengan kepala sekolah serta orang tua.

Guru dan Siswa berkomitmen bersama untuk mewujudkan dan menerapkan  keyakinan kelas yang telah dibuat dan disepakati

Melakukan refleksi dan evaluasi serta kesempatan bagi siswa untuk memberikan feedback atas apa yang kita lakukan.


Friday 1 October 2021

1.3.a.9. Koneksi Antar Materi - Visi Guru Penggerak

 

        Pendidikan memiliki tujuan untuk mencetak generasi yang cerdas dan memiliki karakter yang berbudi. Tidak hanya itu, pendidikan juga mendorong perubahan menuju hal yang lebih baik dari generasi ke generasi. Melalui pendidikan, diharapkan dapat melahirkan hal-hal yang inovatif,kreatif serta mencetak generasi yang mampu membawa perubahan. Pendidikan di Indonesia juga mendapat perhatian khusus karena dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 secara eksplisit tercantum bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan bagian tanggung jawab negara.

          Salah satu yang menjadi tokoh sentral dalam pendidikan, yakni guru yang merupakan orang utama dalam menyampaikan materi kepada siswa, sehingga guru juga dituntut menguasai materi pelajaran. Belum lama ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim meluncurkan gerakan “Merdeka Belajar”, yaitu kemerdekaan dalam berpikir. Tujuan merdeka belajar ialah agar para guru, siswa serta orang tua bisa mendapatkan suasana yang menyenangkan (Media Indonesia, 2019). Diharapkan dari merdeka belajar, guru dan siswa dapat merdeka dalam berpikir sehingga hal ini dapat diimplementasikan dalam inovasi guru dalam menyampaikan materi kepada siswa, tidak hanya itu siswa juga dimudahkan dalam merdeka belajar karena siswa dimudahkan dalam berinovasi dan kreativitas dalam belajar. Sejalan dengan konsep merdeka belajar yang digagaskan oleh Mendikbud, bangsa Indonesia juga memiliki tokoh pelopor pendidikan, yakni Ki Hadjar Dewantara yang sering kita kenal sebagai bapak pendidikan melalui gagasan dan pemikiran beliau pendidikan di Indonesia menjadi lebih terarah dan memiliki pondasi yang lebih jelas.

          Filosofi Pendidikan menurut Ki Hadjar Dewantara adalah Pendidikan adalah usaha untuk menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setingi-tingginya, baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat. Ki Hadjar Dewantara mengingatkan pendidik bahwa pendidikan anak sejatinya melihat kodrat diri anak dengan selalu berhubungan dengan kodrat zaman. Seorang guru dalam proses mendidik dan menuntun seyogyanya berpegang teguh metode among dan trilogi Pendidikan. Bila melihat dari kodrat zaman saat ini, pendidikan global menekankan pada kemampuan anak untuk memiliki Keterampilan Abad 21 dengan melihat kodrat anak Indonesia sesungguhnya. KHD mengingatkan juga bahwa pengaruh dari luar tetap harus disaring dengan tetap mengutamakan kearifan lokal budaya Indonesia.

          Semangat Merdeka Belajar yang sedang dicanangkan ini juga memperkuat tujuan pendidikan nasional yang telah dinyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3, dimana Pendidikan diselenggarakan agar setiap individu dapat menjadi manusia yang “beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Kedua semangat ini yang kemudian memunculkan sebuah pedoman, sebuah penunjuk arah yang konsisten, dalam pendidikan di Indonesia. Pedoman tersebut adalah Profil Pelajar Pancasila (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2020).

          Profil Pelajar Pancasila ini dicetuskan sebagai pedoman untuk pendidikan Indonesia. Tidak hanya untuk kebijakan pendidikan di tingkat nasional saja, akan tetapi diharapkan juga menjadi pegangan untuk para pendidik, dalam membangun karakter anak di ruang belajar yang lebih kecil. Pelajar Pancasila disini berarti pelajar sepanjang hayat yang kompeten dan memiliki karakter sesuai nilai-nilai Pancasila. Pelajar yang memiliki profil ini adalah pelajar yang terbangun utuh keenam dimensi pembentuknya. Dimensi ini adalah: 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia; 2) Mandiri; 3) Bergotong-royong; 4) Berkebinekaan global; 5) Bernalar kritis; 6) Kreatif. Keenam dimensi ini perlu dilihat sebagai satu buah kesatuan yang tidak terpisahkan. Apabila satu dimensi ditiadakan, maka profil ini akan menjadi tidak bermakna. Sebagai contoh: ketika seorang pelajar perlu mengeluarkan ide yang baru dan orisinil untuk memecahkan masalah, diperlukan juga kemampuan bernalar kritis untuk melihat permasalahan yang ada. Solusi yang dihasilkan juga perlu mempertimbangkan akhlak kepada makhluk hidup lain yang dapat dimunculkan dari dimensi beriman, bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Dalam mewujudkan solusinya, ia pun perlu melibatkan orang lain dengan tetap menghargai keragaman latar belakang yang dimiliki (dimensi Gotong Royong dan Berkebinekaan Global).


          
Untuk bisa mewujudkan Profil Pelajar Pancasila tersebut, dibutuhkan pendidik yang terampil dan berkompeten sehingga mampu berkontribusi secara aktif sesuai mewujudkan profil tersebut. Peran guru penggerak di dalam pembelajaran dan pengembangan sekolahnya yaitu sebagai berikut :

1.              Berkolaborasi dengan orangtua dan komunitas untuk mengembangkan sekolah dan kepemimpinan murid.

2.              Menjadi pemimpin pembelajaran yang mendorong well-being ekosistem pendidikan di sekolah.

3.              Mengembangkan diri dan guru lain dengan refleksi dan berkolaborasi

4.              Memiliki kematangan moral, emosional, dan spiritual.

5.    Merencanakan, melaksanakan, merefleksikan, mengevaluasi pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan melibatkan orangtua.

6.       Mewujudkan profil pelajar Pancasila yang terdiri atas beriman, bertakwa kepada tuhan YME, dan berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kreatif, gotong royong, dan kebhinekaan global.

Nilai ini yang nantinya akan mendukung Bapak/Ibu Calon Penggerak dalam melaksanakan peran-peran Guru Penggerak, serta mewujudkan Profil Pelajar Pancasila. Nilai itu sendiri, menurut Rokeach (dalam Hari, Abdul H. 2015), merupakan keyakinan sebagai standar yang mengarahkan perbuatan dan standar pengambilan keputusan terhadap objek atau situasi yang sifatnya sangat spesifik. Kehadiran nilai dalam diri seseorang dapat berfungsi sebagai standar bagi seseorang dalam mengambil posisi khusus dalam suatu masalah, sebagai bahan evaluasi dalam membuat keputusan, bahkan hingga berfungsi sebagai motivasi dalam mengarahkan tingkah laku individu dalam kehidupan sehari-hari. Melihat peranan nilai sangat penting dalam kehidupan tingkah laku sehari-hari, maka rasanya penting bagi seorang Guru Penggerak untuk bisa memahami dan menjiwai nilai-nilai dari seorang Guru Penggerak. Kelima nilai dari Guru Penggerak adalah: Mandiri, Reflektif, Kolaboratif, Inovatif, serta Berpihak pada Murid.

Menjadikan sekolah sebagai rumah yang aman, nyaman dan bermakna bagi murid sepertinya sudah menjadi hal yang umum diinginkan semua pihak. Mungkin saja, sebagian dari Bapak/Ibu juga menuliskan mimpi itu pada gambaran visinya. Namun, dalam prakteknya, kalimat tersebut bukan kalimat yang mudah untuk diwujudkan. Perlu perubahan yang mendasar dan upaya yang konsisten. Inilah salah satu tujuan visi, yaitu untuk mencapai perubahan yang lebih baik dari kondisi saat ini. Visi membantu kita untuk melihat kondisi saat ini sebagai garis “start” dan membayangkan garis “finish” seperti apa yang ingin dicapai. Ini bagaikan seorang pelari yang perlu mengetahui garis “start” dan garis “finish” bahkan sebelum ia benar-benar berlari melintasi jalur lari tersebut.

Menurut Evans (2001), untuk memastikan bahwa perubahan terjadi secara mendasar dalam operasional sekolah, maka para pemimpin sekolah hendaknya mulai dengan memahami dan mendorong perubahan budaya sekolah. Budaya sekolah berarti merujuk pada kebiasaan-kebiasaan yang selama ini dilakukan di sekolah. Kebiasaan ini dapat berupa sikap, perbuatan, dan segala bentuk kegiatan yang dilakukan warga sekolah. Walaupun sulit, reformasi budaya sekolah bukanlah hal yang tidak mungkin. Untuk melakukannya diperlukan orang-orang yang bersedia melawan arus naif tentang inovasi dan terbuka terhadap kenyataan yang bersifat manusiawi. Hal ini berarti butuh partisipasi dari semua warga sekolah.

Untuk dapat mewujudkan visi sekolah dan melakukan proses perubahan, maka perlu sebuah pendekatan atau paradigma. Pendekatan ini dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan. Jika diibaratkan seperti seorang pelari yang memiliki tujuan mencapai garis “finish”, maka ia butuh peralatan yang mendukung selama berlatih seperti alat olahraga. Dalam pembelajaran kali ini, kita akan mengeksplorasi paradigma yang disebut Inkuiri Apresiatif (IA).

Mengelola suatu perubahan positif di sekolah tentu kita membutuhkan sebuah manajemen perubahan, dimana menajemen ini dilakukan dengan tahapan BAGJA yang menggunakan paradigma inkuiri apresiatif, yaitu pendekatan kolaboratif dalam melakukan perubahan yang berbasis kekuatan. Inkuiri apresiatif menggunakan prinsip psikologi positif dan prinsip pendidikan positif.

Lima tahapan utama yang dijalankan dalam akronim BAGJA tersebut adalah :

1.   Buat pertanyaan utama sebagai penentu arah penelurusan terkait perubahan yang kita inginkan

2.     Ambil pelajaran ini, dilakukan setelah pertanyaan utama disepakati.

3.  Gali mimpi bersama, dalam tahapan ini komunitas sekolah akan menggali mimpi sebagai keadaan ideal yang diinginkan dengan digambarkan secara rinci melalui sebuah narasi dan diperlukan pertanyaan-pertanyaan pemandu dalam penyusunan narasi.

4.  Jabarkan rencana untuk mencapai gambaran yang diinginkan. Tahapan ini akan mengidentifikasi tindakan yang diperlukan dan mengambil keputusan-keputusan.

5.     Atur Eksekusi, tahapan ini membantu transformasi rencana menjadi nyata.




                                                          VISI GURU PENGGERAK