Friday, 15 October 2021

1.4.a.9. Koneksi Antar Materi - Budaya Positif

 


    Dalam dunia pendidikan, seorang pendidik merupakan pemberi layanan pendidikan kepada peserta didik. Jika diibaratkan sebagai seorang petani yang memiliki peranan penting untuk menjadikan tanamannya tumbuh subur.  Pendidik harus memastikan bahwa tanah tempat tumbuhnya tanaman adalah tanah yang cocok untuk ditanami. Ki Hadjar Dewantara menyatakan bahwa,

“…kita ambil contoh perbandingannya dengan hidup tumbuh-tumbuhan seorang petani (dalam hakikatnya sama kewajibannya dengan seorang pendidik) yang menanam padi misalnya, hanya dapat menuntun tumbuhnya padi, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman padi, memberi pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman padi dan lain sebagainya.” (Lampiran 1. Dasar-Dasar Pendidikan. Keluarga, Th. I No.1,2,3,4., Nov, Des 1936., Jan, Febr. 1937)

Dari ilustrasi diatas kita bisa maknai bahwa sekolah diibaratkan sebagai tanah tempat bercocok tanam sehingga pendidik harus mengusahakan sekolah menjadi lingkungan yang menyenangkan, menjaga, dan melindungi murid dari hal-hal yang tidak baik. Dengan demikian,  karakter murid tumbuh dengan baik. Sebagai contoh, murid yang tadinya malas menjadi semangat, bukan kebalikannya. Murid akan mampu menerima dan menyerap suatu pembelajaran bila lingkungan di sekelilingnya terasa aman dan nyaman. Selama seseorang merasakan tekanan-tekanan dari lingkungannya, maka proses pembelajaran akan sulit terjadi.

Di sekolah terdapat nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan yang dibangun dalam jangka waktu lama yang tercermin pada sikap keseharian seluruh komponen sekolah. Nilai-nilai dan keyakinan tersebut kita kenal dengan istilah Budaya sekolah. Sekolah memiliki peran penting dalam membimbing, memperbaiki, dan mensosialisasikan kepada murid mengenai perilaku yang sesuai. Agar perubahan berhasil, diperlukan pendekatan terkoordinasi yang melibatkan semua peran di komunitas sekolah.

Dalam membangun budaya positif tersebut, kita akan meninjau lebih dalam tentang strategi menumbuhkan lingkungan yang positif. kita akan diajak melakukan refleksi atas penerapan disiplin yang dilakukan selama ini. Bagaimanakah strategi yang dilakukan dalam praktik disiplin tersebut? Apakah kita sudah sungguh-sungguh mampu mengontrol murid-murid atau itu hanya sebuah ilusi? Apakah selama ini kita sebagai pendidik sungguh-sungguh menjalankan disiplin, atau kita hanya melakukan sebuah hukuman? Di mana kita menarik garis pembatas?

Konsep-konsep inti yang harus dipahami oleh para pendidik dalam menciptakan budaya sekolah adalah sebagai berikut posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. konsep-konsep inti tersebut sangat berkaitan. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa untuk menciptakan sebuah budaya positif terlebih dahulu diciptakan dan disepakati keyakinan-keyakinan atau prinsip-prinsip dasar bersama di antara para warga kelas.  Murid-murid perlu mendengarkan dan mendalami tentang suatu keyakinan, daripada hanya mendengarkan peraturan-peraturan yang mengatur mereka harus berlaku begini atau begitu. Dalam keyakinan kelas terkandung nilai-nilai kebajikan atau prinsip-prinsip universal yang disepakati bersama secara universal, lepas dari latar belakang suku, negara, bahasa maupun agama.

Pentingnya keyakinan kelas merupakan salah satu cara untuk terwujudnya budaya positif dengan didukung sikap disiplin positif. Makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan. Disiplin positif bertujuan untuk bekerja sama dengan siswa dan tidak menentang mereka. Penekanannya adalah membangun kekuatan peserta didik daripada mengkritik kelemahan mereka dan menggunakan penguatan positif (positive reinforcement) untuk mempromosikan perilaku yang baik.

Hal ini melibatkan memberikan siswa-siswi pedoman yang jelas untuk perilaku apa yang dapat diterima dan kemudian mendukung mereka ketika mereka belajar untuk mematuhi pedoman ini. Pendekatan ini secara aktif mempromosikan partisipasi anak dan penyelesaian masalah dan di saat yang bersamaan juga mendorong orang dewasa, dalam hal ini yaitu pendidik, untuk menjadi panutan positif bagi anak-anak muda dalam perjalanan tumbuh kembang mereka.

Terkadang dalam menerapkan sebuah disiplin positif, guru akan mengambil beberapa peran yang bertujuan untuk mengubah perilaku dari murid-murid. Untuk itu diperlukan sebuah posisi kontrol seorang guru. Guru harus bisa memosisikan dirinya sesuai dengan perilaku yang dilakukan oleh murid dengan tetap bertujuan untuk menerapkan disiplin positif. Kelima posisi kontrol tersebut adalah Penghukum, Pembuat Orang Merasa Bersalah, Teman, Monitor (Pemantau) dan Manajer

Dalam aktivitas siswa terkadang Tindakan yang diluar keyakinan kelas yang telah ditetapkan sengaja dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka. Kebutuhan dasar setiap murid akan berbeda-beda dan agar menjadi individu yang selamat dan bahagia, kebutuhan dasar harus terpenuhi secara positif. Berikut ini kebutuhan dasar pada manusia kebutuhan dasar kita, yaitu kebutuhan untuk bertahan hidup (survival), cinta dan kasih sayang (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan kekuasaan (power).

Selain cara diatas salah satu satu cara menanamkan disiplin positif pada murid sebagai bagian dari budaya positif di sekolah adalh dengan melakukan segitiga restetusi. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004)

Sebagai guru penggerak yang memiliki peran berkolaborasi dengan orangtua dan komunitas untuk mengembangkan sekolah dan kepemimpinan murid; Menjadi pemimpin pembelajaran yang mendorong well-being ekosistem pendidikan di sekolah; Mengembangkan diri dan guru lain dengan refleksi dan berkolaborasi; Memiliki kematangan moral, emosional, dan spiritual;Merencanakan, melaksanakan, merefleksikan, mengevaluasi pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan melibatkan orangtua; Mewujudkan profil pelajar Pancasila yang terdiri atas beriman, bertakwa kepada tuhan YME, dan berakhlak mulia, mandiri, bernalar kritis, kreatif, gotong royong, dan kebhinekaan global. Yang mana jika dilihat semua itu merupakan sebuah Tindakan positif yang jika dilakukan dengan penuh komitmen akan menumbuhkan sebuah kebiasaan yang dapat ditularkan kepada rekan guru yang lain.

Dengan menerapkan Inquiri Apresiatif,  sebuah manajemen perubahan berbasis kekuatan melalui tahapan Bagja (buat pertanyaan, Ambil pelajaran, Gali mimpi, jabarkan rencana, atur eksekusi), selanjutnya bekolaborasi dengan kepala sekolah, rekan-rekan guru dan tenaga kependidikan membuat pemetataan kekuatan, menganalisis  potensi  dan daya dukung adalah strategi yang dapat digunakan seorang Guru Penggerak dalam merumuskan visi sekolah untuk membangun Budaya Positif.



Rancangan Tindakan Untuk Aksi Nyata

 

Judul Modul        :  Menanamkan Budaya Positif Pada Siswa Dengan dengan Model 4P (Panutan,  Pembiasaan,  Penyadaran, Pengawasan)

Nama Peserta     : Komang Elik Mahayani

 

Latar Belakang

         Budaya positif merupakan salah satu perwujudan dari filosofi KHD tentang terciptanya sebuah sekolah sebagai sebuah taman belajar yang menyenangkan bagi siswa. pelaksanaan budaya positif disekolah akan dapat menciptakan siswa yang merdeka belajar dan berbudi pekerti. Budaya positif yang diterapkan di sekolah salah satunya adalah Menanamkan disiplin positif.

        Ketika mendengar kata “disiplin, kebanyakan orang akan menghubungkan kata disiplin dengan tata tertib, teratur, dan kepatuhan pada peraturan. Kata “disiplin” juga sering dihubungkan dengan hukuman, padahal itu sungguh berbeda, karena belajar tentang disiplin positif tidak harus dengan memberi hukuman. Dalam budaya kita, makna kata ‘disiplin’ dimaknai menjadi sesuatu yang dilakukan seseorang pada orang lain untuk mendapatkan kepatuhan. Kita cenderung menghubungkan kata ‘disiplin’ dengan ketidaknyamanan.

        Seharusnya sebagai pendidik, tujuan kita adalah menciptakan anak-anak yang memiliki disiplin diri sehingga mereka bisa berperilaku dengan mengacu pada nilai-nilai kebajikan universal dan memiliki motivasi intrinsik, bukan ekstrinsik.

      Dengan situasi siswa diawal PTM, Pemenuhan kebutuhan dasar pada diri siswa cenderung melampaui batas yang tentu akan berefek pada tingkat disiplin diri. Untuk itu sebagai pendidik memerlukan sebuah metode untuk menanamkan disiplin positif pada diri siswa.

 

Tujuan

Adapun tujuan dari rancangan aksi nyata ini yaitu sebagai berikut :

  • 1.     Untuk menanamkan dan menumbuhkan disiplin positif pada diri siswa disaat PTM
  • 2.     Mewujudkan budaya positif pada sekolah
  • 3.   Berbagi pemahaman dan hasil implementasi Budaya Positif kepada sejawat guru


Tolok Ukur

Adapun tolok ukur keberhasilan dari aksi nyata yang dilaksanakan ini sebagai berikut :

  • 1.     Terwujudnya disiplin positif pada diri siswa disaat PTM
  • 2.     Terwujudnya budaya positif pada sekolah
  • 3.   Tumbuhnya pemahaman Budaya  Positif pada rekan sejawat


 Linimasa Tindakan yang akan Dilakukan

Adapun linimasa tindakan yang akan saya lakukan untuk mewujudkan aksi nyata ini adalah dengan menggunakan metode 4 P (Panutan, Pembiasaan, Penyadaran, Pengawasan) yang dijabarkan sebagai berikut :

1.     Panutan

Pemberian Panutan jika kita korelasikan dengan filosofi Pendidikan menurut KHD yakni Ing Ngarso Sung Tuladha memiliki makna Di Depan menjadi Contoh atau Panutan. Dengan contoh baik yang diberikan oleh guru terkait disiplin yang dilakukan akan memberikan dampak positif bagi siswa. Siswa akan mengikuti apa yang mereka lihat pada guru.

2.     Pembiasaan

Pembiasaan merupakan kegiatan yang dilakukan setiap hari dengan tidak terbebani yang bertujuan untuk menanamkan perilaku yang baik seperti  berpakaian rapi, keluar masuk kelas harus hormat guru, harus memberi salam dan lain sebagainya.

3.     Penyadaran

Kewajiban bagi para guru untuk memberikan penjelasan-penjelasan, alasan-alasan yang masuk akal atau dapat diterima oleh siswa. Sehingga dengan demikian timbul kesadaran siswa tentang adanya perintah-perintah yang harus dikerjakan dan larangan-larangan yang harus ditinggalkan serta mencari cara untuk memperbaiki diri siswa.

4.     Pengawasan

Kepatuhan siswa akan keyakinan kelas atau sekolah mengenal juga naik turun,hal tersebut disebabkan oleh kebutuhan dasar dari dalam diri siswa tersebut maka diperlukan sebuah pengawasan dari guru untuk tetap menjalankan disiplin positif.



Dukungan yang Dibutuhkan

Untuk melancarkan pelaksanaan rancangan tindakan untuk aksi nyata yang telah dibuat tentunya memerlukan dukungan dari berbagai pihak. Adapun dukungan yang diperlukan yaitu; dukungan dan izin kepala sekolah, keterlibatan siswa, dan juga dukungan dari orang tua siswa.


1 comments:

  1. Tambahkan pada tujuan : Berbagi pemahaman dan hasil implementasi Budaya Positif kepada sejawat guru
    Tambahkan pula :
    Jadwal rancangan aksi nyata baik yang berupa Implementasi di kelas maupun pada kegiatan berbagi.
    Jangan lupa :
    Pada saat implementasi di kelas dokumentasi foto dan video, demikian juga pada saat berbagi dengan sejawat guru.

    Revisi teks : Kitab isa, mungkin yang ibu maksudkan adalah kita bisa.

    ReplyDelete