Menulis bukanlah kegiatan yang dekat
dalam hidup saya. Jika di flashback kebelakang saya masih ingat disaat kelas 1
SD dulu. Ketika pelajaran Bahasa Indonesia anak-anak diminta untuk membuat beberapa
rangkaian kata dengan mendeskripsikan sebuah gambar. Diwaktu yang sama pada
saat pelajaran tersebut ada guru PPL yang melakukan observasi kelas dan yang
kebetulan salah satunya guru les saya saat SD. Terang saja Guru Les saya
melihat kelemahan yang saya miliki ketika saya diminta membacakan hasil
deskripsi akan gambar yang saya lihat. Saya hanya bisa menyebutkan kalimat
intinya saja tanpa ada kalimat pemanis yang lain. Kesimpulannya saya lemah
dalam hal merangkai kata-kata dan berimajinasi.
Sesampainya
di rumah sewaktu belajar dengan Guru Les, saya diberikan waktu yang lebih
banyak dalam hal merangkai kata dan membuat karangan. Namun apa daya karangan
yang saya buat sangat singkat. Dan sejak saat itu saya sendiri menyimpulkan
bahwa dunia merangkai kata sangat jauh untuk saya taklukkan. Bisa mengikuti
saja sudah syukur itu batin saya.
Sudah
berpuluh tahun berlalu, hobby saya pun bermacam-macam dari kuliner, bermusik
bahkan travelling. Namun Pandemi menyadarkan kelemahan yang saya miliki, dunia
menulis. WFH diawal terasa menyenangkan namun makin lama makin bosan, mengikuti
diklat menulis dari Om Jay dan AISEI disanalah pengantar mimpi baru saya.
Belajar menulis menyenangkan juga. Walaupun Bahasa yang saya tulis terlihat
polos dan apa adanya tidak menjadi beban buat saya. Terus berlatih itu yang
utama.
Pertama
kali terlibat dalam menulis Buku Antologi senangnya sungguh luar biasa, beberepa
kali ikut bergabung dalam antologi sangat seru bagi saya. Berikutnya
meningkatkan diri membuat buku Solo sebagai kenang-kenangan saya belajar diklat
menulis. Dan selanjutnya ikut bergabung menulis bersama Prof Eko di Oktober
Impian, semoga saya benar-benar jadi kenyataan. Siapa tau ya…Dan pengalaman
teman (Ibu Rita Wati) yang mengajarkan dan mengajak saya untuk menjadi Kurator
Buku Antologi. Ibu Kanjeng yang dengan sabar membimbing serta memberikan ilmu
untuk menjadi kurator yang baik. Tapi sepertinya saya masih banyak kesalahan
dan harus belajar terus. Semangat selalu untuk belajar itu prinsip yang saya
pegang.
Benar
kata Bu Kanjeng, ada perasaan yang sangat bahagia ketika buku Antologi telah di
terima oleh para penulis. Dan yang membuat saya makin bahagia ternyata
pengalaman pertama menjadi Kurator Antologi membuahkan karya Antologi sampai
Jilid 2. Sungguh di luar prediksi saya. Banyak orang-orang hebat yang membantu
lahirnya buku tersebut dan sekaligus melahirkan mimpi baru buat saya pribadi.
0 comments:
Post a Comment